ini tulisan dari adek saya yang di muat di facebook tertanggal 27-07-2007 bertepatan dengan ultah ke 3 anak pertamanya , meskipun dokter dan istrinya juga dokter menanti kelahiran anak pertama pasti dak dik duk perasaan…

ini tulisan  dari Dr. Wahyudi pengalaman menanti anak pertamanya :

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Wahai anandaku……..

Tepat 3 tahun yang lalu 27-07-2007 dinihari, ditemani temaram lampu desa yang redup. Tepat saat itu di rumah kontrakan Mas Joko di desa 4 karang bintang, mamakmu berputar-putar, menggigit, mencubit dan teriak kayak orang setengah kesurupan setengah “mate-mate jangang”* bikin aku abahmu ini hilang akal, sampai-sampai suction* yang terbuat dari plastik ikut direbus juga, walau maksudnya untuk disterilkan namun walhasil suction-nya menciut rusak.

Jeritan mamakmu semakin keras seiring derasnya kiriman air dari hutan sebelah yang sudah gundul. Hujan pun tak kunjung reda sembari terdengar gemuruh guntur dan percikan cahaya kilat yang masuk dari celah-celah kayu dinding rumah, mungkin mereka lagi bergembira sepertinya mereka lagi mandi-mandi hujan. Terdengar kabar dari mulut ke mulut bahwa sebuah truck dan 2 buah mobil ranger mogok karena terperangkap banjir. Mungkin tinggal sekitar rumah itu yang belum tergenang air.

Buyar sudah rencana untuk menyambut kedatanganmu wahai anandaku, padahal sudah terencana bahwa kedatanganmu anandaku akan kami sambut dengan tuntunan tangan ahli obgyn dengan fasilitas kamar Super VIP RS Ulin atau RS Sari Mulia di Banjarmasin. Tapi semuanya buyar, yang ada tinggal do’a serta was-was semoga tidak terjadi apa-apa denganmu maupun mamakmu anandaku. Usaha untuk menelpon keluarga dan handai taulan sekedar meminta do’a keselamatan juga tak kesampaian karena signal telepon di desa itu memang belum ada, bahkan daerah bukit dekat rumah tempat kami cengke-cengke* mencari perhatian signal telepon pun signalnya tidak ada. Tapi dengan sedikit kesabaran akhirnya tersambung juga lewat telpon, doa’-doa’ Kai Banjar dan Nenek Banjarmu anandaku yang merupakan abah dan mama kandung aku abahmu ini anandaku.

Mamakmu semakin keras menjeritnya, sepertinya bukan setengah kesurupan lagi tapi benar-benar “mate-mate jangang” dia sudah. Berputar-putar, menggigit, mencubit sampai mencakar. Kata-kataku yang berulang kali kuucapkan kepada mamakmu “tarik nafasta sayang” tidak dihiraukannya, malah jeritannya menjadi-jadi.

Entah sudah berapa hanscoen* yang kupakai untuk memeriksa hingga akhirnya serviks* mamakmu tempat pintu kedatanganmu anandaku terbuka dengan kelebaran maksimal. “Ayo sayang mengejan yang kuat, lagi….lagi……jangan putus” kataku kepada mamakmu saat HIS*-nya timbul. Berulang-ulang kali seperti itu, “ayo sayang itu rambutnya sudah kelihatan, kalo nda cepat nanti ada apa-apa dengan anak kita” bujukku kepada mamakmu kala itu anandaku. Tetapi sudah hampir dua jam kamu anandaku belum mau juga menampakkan dirimu, padahal yang kami minta cuma tampakkan kepalamu saja, urusan badan, tangan dan kakimu itu urusanku wahai anandaku.

Aku abahmu ini makin hilang akal wahai anandaku. Segera ku panggil sahabatku, Maming Adi namanya, kawan seperjuangan sekantor di Puskesmas Lasung Kusan Hulu. Kubisikkan dia kata-kata “tolongakan ming ai ambiliakan bu sulastri”*. Tanpa banyak komentar New Escudo 1.6 biru metalik yang selalu menemani kami kala itu melaju kencang untuk menjemput sahabat seperjuangan kami seorang bidan desa di desa 6 kusan hulu, Bu Sulastri namanya.

Mamakmu sudah terlihat sangat letih anandaku , dengan seribu rayuan dan gombalanku serta bisikan kata-kata cinta yang memang sudah keahlianku, akhirnya mamakmu mau untuk dipasang infus* anandaku. Tanpa pikir panjang dan dengan sekali tusukan yang mantap Terumo no.20* berhasil terpasang. Dektrose 5%* yang sudah beberapa jam tergantung siap siaga akhirnya mengisi segenap penjuru pembuluh darah mamakmu wahai anandaku. Entah sudah berapa lama waktu berlalu, tetapi kamu anandaku belum mau juga menampakkan wajahmu.

Saat was-was semakin melanda, Asmaul Husna dan Salawat Taslim serta rintihan pengharapan berupa doa’-doa’ mengalir deras dari bibir-bibir kami. Nenek ummi, ibu dari mamakmu wahai anandaku yang sedari tadi terlihat cemas di pojok rumah tak sanggup untuk masuk ke kamar mamakmu, tetapi terlihat jelas tasbih-nya terus bergulir satu demi satu diiringi mulutnya bergerak komat-kamit. Kemudian terdengar bunyi raungan mesin Escudo, tak lama kemudian sahabat-sahabat kami tiba, Maming adi bergabung dengan nenek ummi, sedangkan bu bidan Sulastri langsung masuk ke kamar kami. Tanpa basa-basi bu Sulastri membuka persenjataannya, lengkap seperangkat partus set*, suction dan ambu bag* bayi, katanya hadiah saat mengikuti pelatihan asuhan neonatal* yang baru saja dia ikuti.

Setelah satu jam berlalu, kami bergantian melakukan berbagai manuver, dari mengangkat paha mamakmu hingga mendorong perut mamakmu agar kamu anandaku mau keluar, tapi tetap kamu tidak mau muncul anandaku. Mungkin salah satu penghalangnya adalah episiotomi* yang merupakan indikasi yang sangat perlu tidak berhasil kami lakukan anandaku, soalnya setiap gunting tersentuh di perineum* mamakmu, sekonyong-konyong kaki mamakmu mendarat di muka abahmu ini anandaku. Tetapi beriring dengan takbir yang terus mamakmu ucapkan, akhirnya kamu anandaku sudi juga menampakkan wajah imutmu. Tetapi ketegangan tidak sampai disitu anandaku, dua lilitan tali pusarmu mengekang erat di lehermu, terlihat jelas bekasnya. Dengan kelincahan tangan bu Sulastri dua klem* terpancang di tali pusarmu yang entah sejak kapan mencekik lehermu, lalu dengan sigap dia menggunting tali pusar diantara dua klem itu. Segera setelah gunting itu memutus tali pusarmu, seketika itu pula kamu anandaku berputar dan terpelanting ke kasur di antara selangkangan mamakmu.

Setelah seutuh tubuhmu keluar dari uterus* mamakmu, bukannya bahagia yang kami rasakan tetapi dentuman jantung kami terasa lebih kencang. Pasalnya, kamu anandaku menampakkan diri tanpa suara sedikitpun, tanpa nafas dan tanpa bunyi denyutan jantung. Entahlah berapa nilai Apgar score*-mu saat itu anandaku. Tanpa pikir panjang kukaitkan earpiece stetoskop* dikedua telingaku, kulekatkan permukaan bel* maupun diafragma stetoskop* silih berganti di dadamu wahai anandaku. Cukup lama kutunggu terdengarnya bunyi yang kuharapkan dari dadamu, namun hanya keheningan yang terdengar olehku, saat itu juga kuraih tubuhmu, kutepuk-tepuk punggungmu, kamu tak bereaksi anandaku lalu ku lekatkan mulutku tepat di hidung dan mulut imutmu, kuisap berharap ada cairan ataupun lendir yang keluar namun kamu masih belum bereaksi. Aku bingung, kulihat bu sulastri sibuk mengeluarkan sisa plasenta*-mu dari rahim mamakmu wahai anandaku. Kembali kulekatkan mulutku ke mulut kecilmu, kuhembuskan sedikit udara ke paru-parumu (mouth to mouth breathing)* namun kamu masih tak bereaksi anandaku.

Tiba-tiba bu sulastri sudah ada di hadapanku dengan ambu bag siap ditangannya, dilekatkannya ambu bag itu menutup mulut dan hidungmu anandaku, tanpa sadar kami melakukan manuver resusitasi* dengan irama yang harmonis. Bu sulastri terlihat dengan sigap dan pasti memompa ambu bagnya sedangkan aku sibuk memijit dadamu dengan kedua ibu jariku anandaku. Tak terasa 5 menit berlalu, kami diam sejenak untuk melihat reaksimu, namun kamu belum bernafas sedikitpun, denyut jantungmu pun belum terdengar, lalu kami melanjutkan aksi kami.

Tak terasa 20 menit berlalu, entah berapa kali kami berhenti sejenak untuk melihat reaksimu anandaku, namun reaksimu yang kami harap-harap tak kunjung datang. Tiba-tiba terdengar suara mamakmu dan ini adalah salah satu hal yang aneh dari mamakmu, lagi kritis-kritisnya kamu anandaku, sambil terisak tangis mamakmu masih sempat berucap “bawa sini anakku, moka kasi pake baju supaya gagahki”. Huffffff……..grrrrrrr..

……. coba bayangkan wahai anandaku, ini dia prinsip mamakmu yang bikin abahmu jatuh cinta benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya sama mamakmu “biar apapun yang terjadi yang penting gaya”.

Setelah sekitar 30 menit berlalu, aku dan bu Sulastri saling berpandangan seolah-olah ada isyarat di matanya yang aku tidak sanggup menerimanya, belum lagi isak tangis mamakmu yang terus menerus bertanya bagaimana keadaanmu anandaku. Akhirnya kami pun lunglai, tetesan air dari mataku tak kuasa lagi kubendung, entah sudah berapa lama mata ini tak mengeluarkan tetesan air sehingga tumpah ruah sejadi-jadinya, yah sejadi-jadinya. Ku pandangi bu Sulastri lalu kupandangi wajah mamakmu, tetesan air dari mataku semakin meruah seiring tumpah ruahnya hujan, guntur dan petir di luar sana.

Diantara hening itu, tiba-tiba muncul suara gemuruh mulai dari relung hatiku memenuhi dadaku, sesak rasanya, kemudian gemuruh itu mengisi setiap sudut otakku lalu mengalir ke sekujur tubuhku dan mulai keluar melalui kedua lubang telingaku, akhirnya memenuhi seluruh ruangan kamar itu, kemudian semakin keras, panas dan sakit tubuh ini memikulnya. Kemudian suara gemuruh itu seakan-akan membahana ke seluruh jagad semesta. Ku fokuskan pada satu suara diantara suara-suara itu, kuikuti lantunan suara-suara itu, semakin panas rasanya tubuh ini. “Astagfirullohal adziim, alladji laa ilaaha illa huwal hayyul qayyum waatubu ilaih. Ya Rahman, ya Rahim, ya Hayyu, ya Qayyum. Allahumma solli ala muhammadin abdillahi qaimubihaqqillahi wasadaqah farja Allah”, lantunan suara itu terus membahana dan berulang, berulang dan berulang. Terus kuikuti lantunan itu, rasa panas tubuh dan dadaku tak kuhiraukan lagi. Allahu akbar, Allah Maha Besar, entah benar atau tidak yang kulihat kamu anandaku mengepalkan kedua tanganmu, tanpa sadar kulekatkan kembali stetoskop di dadamu wahai anandaku, di tengah keheningan dadamu, tiba-tiba terdengar suara “dub” samar dan sangat lemah. Beberapa detik kemudian terdengar lagi “dub”, kemudian terdengar lagi “dub”. Takjub dan heran diantara tetesan air dari mata yang tak kunjung reda itu, aku berteriak memecah lamunan bu Sulastri “bu… bu Sulastri, masih ada bu, Ayo bu!!!”. Dengan sigap ambu bag bu Sulastri kembali melingkupi mulut dan hidungmu anandaku dan aku abahmu kembali memijit dadamu dengan kedua ibu jariku. Entah berapa lama kami melakukan manuver itu, yang jelas rasa pengharapan yang belum pernah kurasakan sebelumnya membuatku tak menyerah anandaku.

Kemudian setelah beberapa saat kamu pun batuk anandaku, bunyi jantungmu pun mulai menguat “lup dub lup dub lup dub” kurang lebih seperti itu bunyinya. Kamu pun mulai bisa bernafas spontan walau sesekali bu Sulastri harus kembali memposisikan ambu bag dan memompanya membantumu mengenal bagaimana rasanya nikmat Allah yang namanya nafas anandaku. Tak lama kemudian kamu pun sudah bisa bernafas spontan dengan sesekali batuk.

Entah rasa apa saat itu, senang, terharu, takjub, heran, bercampur baur jadi satu. Walau dengan tubuhmu yang mungil hanya 2,2 kg dan panjang 48 cm serta kamu anandaku tidak mengeluarkan suara tangis sedikitpun, hingga hari ketiga baru aku mendengar suara tangisanmu, itu pun sekedar rintihan saja. Namun melihatmu bernafas spontan sesekali menggerakkan kedua tanganmu yang lemah betapa bangganya abahmu ini memiliki kamu anandaku. Seorang anak yang tanpa kenal menyerah berjuang demi hidup. Semoga Allah senantiasa melekatkan sifat tak kenal menyerah itu padamu hingga akhir hayatmu anandaku.

Melalui surat ini anandaku, kuucapkan Selamat Ulang Tahun untukmu wahai Ahmad Abdi Mutaaliy-Aam anandaku. Cuma satu harapan dan doa’ku untukmu. Semoga engkau menjadi anak yang soleh wahai anandaku. Amin, amin ya rabbal alamin.

Ingat anandaku peristiwa tepat 3 tahun lalu. Keberhasilanmu dalam berjuang untuk hidup bukan semata-mata dari dirimu sendiri atau dari aku abahmu atau dari mamakmu. Namun itu adalah keberhasilan semua beserta alam semesta. Makrifat Allah Ta’ala melalui Mahabbah-Nya mengisi relung jiwamu, jiwaku, jiwa mamakmu, doa’ nenek ummi, doa’ Kai dan Nenek Banjarmu serta perjuangan ikhlas sahabat-sahabat kita Bu Sulastri dan Om Maming. Sehingga jadi apapun kamu anandaku suatu saat nanti, tidak ada alasan untuk sombong dan angkuh. Andaikan engkau jadi pedagang yang kaya, keberhasilanmu itu lebih banyak ditentukan oleh pembeli-pembeli barang daganganmu, begitu pula andaikan kamu menjadi dokter yang berilmu, kekayaan ilmu itu tidak lain dari guru-guru, senior-senior, sahabat-sahabat dan pasien-pasienmu.

Tapi ingat anandaku, hari ini di hari ulang tahunmu, bukan hanya milikmu seorang namun lebih dari itu hari ini adalah milik mamakmu. Hari ini adalah hari ulang tahun juga buat mamakmu, yakni hari ulang tahun melahirkan. Jika kamu merayakan setiap hari ulang tahunmu seperti hari ini jangan lupa ucapkan “Selamat ulang tahun melahirkan ma, semoga tidak jera melahirkan lagi”.

Melalui surat ini pula, sampaikan kepada mamakmu bahwa aku abahmu sangat mencintai dan bangga bisa memegang erat tangannya melewati hari-hari dengan membawa sebagian beban hidup yang harus dipikulnya sebab mamakmu juga ikhlas memikul sebagian beban hidupku. Ingatkan kami wahai anandaku sekiranya suatu saat nanti ikatan hati kami terusik entah oleh apapun atau siapapun, ingatkan kami peristiwa tepat 3 tahun yang lalu 27-07-2007 dinihari yang lalu.

Satu lagi anandaku tolong sampaikan aku abahmu juga ingin mengucapkan ucapan selamat buat mamakmu. Ini ucapannya : “Selamat Ulang Tahun Melahirkan wahai Istriku tercinta. Aku ingin tiap bulan menjadi ulang tahun melahirkan bagimu. Ini kan sudah dua, Aam bulan juli dan Ilman bulan maret, jadi tinggal sedikit lagi genap setiap bulan kamu ulang tahun melahirkan dan artinya setiap bulan pula ada anak kita yang ulang tahun. Kan pesta lagi kita, uhhuuyyyy………. Tenang mi dapatma doa’-doa’ supaya nda gembrot ki”.

Demikian Anandaku…….
Wassalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh

Dari Abahmu yang cakep dan canggih

Wahyudi Maransyah

Cat :
Mate-mate jangang = epilepsi, penyakit ayan
Suction = alat penghisap lendir bayi baru lahir
Disterilkan = mensuci hamakan
Cengke-cengke = Jongkok-jongkok
Hanscoen = sarung tangan karet
Serviks = mulut rahim/ mulut kandungan
HIS = Kontraksi dari rahim saat proses persalinan
tolongakan ming ai ambiliakan bu sulastri = tolong ming, jemput bu sulastri
Infus = memasukkan cairan ke tubuh melalui pembuluh darah vena
Terumo no.20 = Jarum infus no.20
Dekstrose 5% = Cairan infus berisi dekstrose konsentrasi 5%
Partus set = peralatahan menolong persalinan
Ambu bag = Alat bantu pernafasan berupa pompa
pelatihan asuhan neonatal = pelatihan penanganan bayi baru lahir
episiotomi = memperbesar jalan lahir/ memperbesar vagina
Perineum = daerah antara kemaluan dan dubur
Klem = salah satu alat partus set berfungsi menjepit
Uterus = rahim/ kandungan
Apgar Score = sebuah sistem penilaian untuk bayi baru lahir
Earpiece Stetoscope = bagian dari stetoskop yang dikaitkan di telinga
Bel Stetoscope = bagian dari stetoskop berupa corong
Diafragma Stetoscope = bagian dari stetoskop berupa bulatan bermembran
Plasenta = Ari-ari
Mouth to mouth breathing = pemberian bantuan nafas dari mulut ke mulut
Resusitasi = bantuan hidup dasar

AHMAD ABDI MUTA’ALIY-AAM